Senin, 29 November 2010

museum dan keraton Sumenep



       

Kecamatan : Kota Sumenep
Desa : Pajagalan

  1. Nama Jenis Potensi Wisata : Keraton dan Museum Sumenep
  2. Luas Area :
  3. Sarana dan prasarana :
  4. Deskripsi Potensi Wisata :
    Keraton Sumenep terletak di tengah-tengah kota yang dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo I tahun 1762. Bangunan keraton ini mempunyai corak budaya Islam, Cina dan Eropa. Di dalam keraton terletak peninggalan-peninggalan bersejarah seperti Pendopo Agung, kantor KOneng, dan bekas Keraton Raden Ayu Tirto Negoro yang saat ini dijadikan tempat penyimpanan benda-benda kuno. Pendopo Agung sampai saat ini masih dipakai sebagai tempat diadakannya acara-acara kabupaten seperti penyambutan tamu Negara, serah terima jabatan pemerintahan dan acara kenegaraan lainnya. Sedangkan kantor Koneng yang ebrarti kantor raja dahulu adalah ruang kerja Sultan Abdurrachman Pakunataningrat I selama masa pemerintahannya tahun 1811 sampai 1844 Masehi. Selain ketiga ruangan tersebut di kompleks keraton terdapat Taman Sare, yaitu tempat pemandian putri raja yang masih terlihat asri dan indah sampai sekarang. Bagian lain dari keratin Sumenep adalah pintu gerbang Labang Mesem, yang artinya pintu/ gerbang tersenyum yang melambangkan keramahtamahan masyarakat Sumenep terhadap setiap orang yang datang ke keraton.
    Museum terbagi menjadi tiga bagian yang terletak di depan/luar keraton dan di dalam keraton. Bagian pertama, di luar keraton, adalah tempat menyimpan kereta kuda/ kencana kerajaan Sumenep dan kereta kuda pemberian ratu Inggris, yang sampai sekarang masih dapat dipergunakan dan dikeluarkan pada saat upacara peringatan hari jadi kota Sumenep. Bagian kedua dan ketiga terdapat di dalam keraton Sumenep, yang di dalamnya menyimpan alat-alat untuk upacara mitoni atau upacara tujuh bulan kehamilan keluarga raja, senjata-senjata kuno berupa keris, clurit, pistol pedang bahkan semacam samurai dan baju besi untuk perang, al-Qur'an yang ditulis oleh Sulta Abdurrachman, guci dan keramik dari Tiongkok/ Cina yang menggambarkan bahwa pada saat itu terjalin hubungan yang erat antara kerajaan Sumenep dan kerajaan Cina, patung-patung/ arca, baju kebesaran Raja/Sultan, sampai tulang/fosil ikan paus yang terdampar di pantai Sumenep pada tahun 1977.
    Museum ketiga disebut juga museum Bindara Saod karena pada zamannya tempat itu adalah tempat Bindara Saod menyepi, maka disebut juga dengan Rumah penyepian Bindara Saod. Terdiri lima bagian yaitu teras rumah, kamar depan bagian timur, kamar depan bagian barat, kamar belakang bagian timur dan bagian barat.
    Baik Museum, Museum Kantor Koneng dan Museum Bindara Saod, ramai dikunjungi, baik itu wisatawan lokal, maupun mancanegara tiap tahunnya. Adapun tarif biaya masuk keraton cukup murah yaitu Rp. 5000,- per orang sudah dapat menikmati koleksi sejarah keraton Sumenep.

musik saronen

Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan tra disional Madura dapat dibagi dalam empat kelom pok dan dari masing-masing kelompok tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional tersebut adalah:
Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran ser ta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat:
Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari eimo agama, eimo kadunnya ‘an pole,
Sal a settongja pabidda, ajari bi onggu ate.
Nyare eimo patar onggu,
Sala settongjapaceccer,
Eimo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga ‘e kacong, sombajangja ‘la ‘el/a ‘e,
Sa ‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lail (anggoyudo, 1983)
Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Mu sik ini adalah musik yang sangat kompleks dan ser baguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.
Musik saronen bersal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari Senin)
Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan berirama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi.
Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang beri rama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Jenis seni musik atau sent suara selan jutnya adalah musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam perkemba ngannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat musik tiup maupun alat musik pukul.
Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang. Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara get tak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

Kesenian Ludruk

Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski terkadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda.
Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkotan, etc). Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerakan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura.

Sejarah Ludruk :
Pada tahun 1994 , group ludruk keliling tinggal 14 group saja. Mereka main di
desa desa yang belum mempunyai listrik dengan tarif Rp 350. Group ini didukung oleh 50 . 60 orang pemain. Penghasilan mereka sangat minim yaitu: Rp 1500 s/d 2500 per malam. Bila pertunjukan sepi, terpaksa mengambil uang kas untuk bisa makan di desa.

Sewaktu James L Peacok (1963-1964) mengadakan penelitian ludruk di Surabaya tercatat sebanyak 594 group. Menurut Depdikbud propinsi jatim, sesudah tahun 1980 meningkat menjadi 789 group (84/85), 771 group (85/86), 621 group (86/87) dan 525 (8788). Suwito HS, seniman ludruk asal Malang mengatakan tidak lebih dari 500 group karena banyak anggota group yang memiliki keanggotaan sampai lima group.

Hasil penelitian Suripan Sadi Hutomo, menurut kamus javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda (1847), Ludruk artinya Grappermaker (badutan). Sumber lain menyatakan ludruk artinya penari wanita dan badhut artinya pelawak di dalam karya WJS Poerwadarminta, Bpe Sastra (1930). Sedangkan menurut S.Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat jawa timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan dengan rajanya Gjayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa candi Badhut.

Ludruk tidak terbentuk begitu saja, tetapi mengalami metamorfosa yang cukup panjang. Kita tidak punya data yang memadai untuk merekonstruksi waktu yang demikian lama, tetapi saudara hendricus Supriyanto mencoba menetapkan berdasarkan nara sumber yang masih hidup sampai tahun 1988, bahwa ludruk sebagai teater rakyat dimulai tahun 1907, oleh pak Santik dari desa Ceweng, Kecamatan Goda kabupaten Jombang.

Bermula dari kesenian ngamen yang berisi syair syair dan tabuhan sederhana, pak Santik berteman dengan pak Pono dan Pak Amir berkeliling dari desa ke desa. Pak Pono mengenakan pakaian wanita dan wajahnya dirias coret coretan agar tampak lucu. Dari sinilah penonton melahirkan kata .Wong Lorek.. Akibat variasi dalam bahasa maka kata lorek berubah menjadi kata Lerok.

Periode Lerok Besud (1920 . 1930)
Kesenian yang berasal dari ngamen tersebut mendapat sambutan penonton. Dalam perkembangannya yang sering diundang untuk mengisi acara pesta pernikahan dan pesta rakyat yang lain.
Pertunjukkan selanjutnya ada perubahan terutama pada acara yang disuguhkan. Pada awal acara diadakan upacara persembahan. Persembahan itu berupa penghormatan ke empat arah angin atau empat kiblat, kemudian baru diadakan pertunjukkan. Pemain utama memakai topi merah Turki, tanpa atau memakai baju putih lengan panjang dan celana stelan warna hitam. Dari sini berkembalah akronim Mbekta maksud arinya membawa maksud, yang akhirnya mengubah sebutan lerok menjadi lerok besutan.

Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945)
Periode lerok besut tumbuh subur pada 1920-1930, setelah masa itu banyak bermunculan ludruk di daerah jawa timur. Istilah ludruk sendiri lebih banyak ditentukan oleh masyarakat yang telah memecah istilah lerok. Nama lerok dan ludruk terus berdampingan sejak kemunculan sampai tahun 1955, selanjutnya masyarakat dan seniman pendukungnya cenderung memilih ludruk.
Sezaman dengan masa perjuangan dr Soetomo di bidang politik yang mendirikan Partai Indonesia raya, pada tahun 1933 cak Durasim mendirikan Ludruk Oraganizatie (LO). Ludruk inilah yang merintis pementasan ludruk berlakon dan amat terkenal keberaniannya dalam mengkritik pemerintahan baik Belanda maupun Jepang.
Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada rakyat, oleh pemain pemain ludruk digunakan untuk menyampaikan pesan pesan persiapan Kemerdekaan, dengan puncaknya peristiwa akibat kidungan Jula Juli yang menjadi legenda di seluruh grup Ludruk di Indonesia yaitu : Bekupon Omahe Doro, Melok Nipon Soyo Sengsoro., cak Durasim dan kawan kawan ditangkap dan dipenjara oleh Jepang.

Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965)
Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada rakyat, untuk menyampaikan pesan pesan pembangunan. Pada masa ini Ludruk yang terkenal adalah Marhaen milik Partai Komunis Indonesia. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika PKI saat itu dengan mudah mempengaruhi rakyat, dimana ludruk digunakan sebagai corong PKI untuk melakukan penggalangan masa untuk tujuan pembrontakan. Peristiwa madiun 1948 dan G-30 S 1965 merupakan puncak kemunafikan PKI.
Ludruk benar benar mendapatkan tempat di rakyat Jawa Timur. Ada dua grup ludruk yang sangat terkenal yaitu : Ludruk Marhaen dan Ludruk tresna Enggal.
Ludruk Marhaen pernah main di Istana negara sampai 16 kali , hal ini menunjukkan betapa dekatnya para seniman ludruk dengan para pengambil keputusan di negeri ini. Ludruk ini juga berkesempatan menghibur para pejuang untuk merebut kembali irian Jaya, TRIKORA II B yang memperoleh penghargaan dari panglima Mandala (Soeharto). Ludruk ini lebih condong ke kiri sehingga ketika terjadi peristiwa G 30 S PKI Ludruk ini bubar.

Periode Ludruk Pasca G 30 S PKI ( 1965 . saat ini)
Peristiwa G30S PKI benar benar memperak perandakan grup grup Ludruk terutama yang berafiliasi kepada Lembaga Kebudayaan Rakyat milik PKI.Terjadi kevakuman antara 1965-1968. Sesudah itu muncullah kebijaksanaan baru menyangkut grup grup ludruk di Jawa Timur. Peleburan ludruk dikoordinir oleh Angkatan Bersenjata dalam hal ini DAM VIII Brawijaya proses peleburan ini terjadi antara tahun 1968-1970.
1. Eks-Ludruk marhaen di Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit I
2. Eks-Ludruk Anogara Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma Unit II
3. Eks-Ludruk Uril A Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma unit III, dibina Korem 083 Baladika Jaya Malang
4. Eks-Ludruk Tresna Enggal Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit IV
5. Eks-Ludruk kartika di Kediri dilebur menjadi Ludruk Kusuma unit V

Diberbagai daerah ludruk ludruk dibina oleh ABRI, sampai tahun 1975. Sesudah itu mereka kembali ke grup seniman ludruk yang independen hingga kini.

Dengan pengalaman pahit yang pernah dirasakan akibat kesenian ini, Ludruk lama tidak muncul kepermukaan sebagai sosok Kesenian yang menyeluruh. Pada masa ini ludruk benar benar menjadi alat hiburan. Sehingga generasi muda yang tidak mendalami sejarah akan mengenal ludruk sebagai grup sandiwara Lawak.

Karya Ilmiah


UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN GENERASI MUDA DALAM MELESTARIKAN BUDAYA MADURA
KHUSUSNYA PENGGUNAAN BAHASAN MADURA




                                         









Karya Ilmiah




KATA PENGANTAR

Alhamdulilah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Tentunya dalam karya ilmiah ini terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan. Untuk itu penulis mohon saran dan kritik untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kesadaran Generasi Muda Dalam Melestarikan Budaya Madura Khususnya Penggunaan Bahasa Madura”.
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, mendukung, membimbing penulis sehingga karya ilmiah ini terselesaikan, terutama kepada:
1.      Orang tua kami yang telah medukunng dan memberikan ijin kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini
2.      Teman-teman konslet yang setia mendukung terselesaikannya tugas makalah ini
Semoga dukungan yang mereka berikan dicatat sebagai amal ibadah dan mendapat balasan dari Allah.SWT dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Sumenep, Oktober 2010


      Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terdiri dari beragam pulau,suku bangsa dan bahasa yang berbeda. Di masing-masing daerah tentu memiliki ciri khas dan bahasa daerah masing-masing. Salah satunya adalah pulau Madura. Pulau Madura ini terletak di sebelah Utara Jawa Timur. Hanya dengan menghabiskan waktu kurang lebih satu jam kita dapat sampai di Pulau yang unik ini. Kita dapat menggunakan alat transportasi kapal laut dari kota Surabaya menuju pulau Madura. Selain itu kita juga dapat langsung menggunakan fasilitas jembatan Suramadu untuk sampai di pulau Madura karena dapat menghemat waktu dengan jarak tempuhnya kurang lebih setengah jam perjalanan.
            Pulau Madura ini terdiri dari empat kabupaten. Yaitu Kabupaten Bangkalan,Sampang,Pamekasan, dan Sumenep. Pulau yang dikenal sebagai penghasil garam ini suhunya sangat panas,tanahnya tandus dan kering. Namun di pulau ini kita dapat menemukan beberapa tempat wisata yang patut untuk dikunjungi.Wisata pantainya yang tak kalah indah dengan tempat wisata di daerah lain. Masyarakat pulau Madura ini juga dikenal dengan sifatnya yang arogan, keras, dan dendam. Namun pernyataan itu tidak semuanya benar, disamping sifatnya yang keras dan arogan masyarakat Madura ini juga dikenal ramah dan sopan.
            Pulau yang dikenal kental dengan logat bahasa yang unik memiliki beragam budaya di dalamnya. Baik dari cara bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dari seni tradisinya.Dalam hal ini kami akan membahas mengenai bahasa yang digunakan masyarakat madura dalam kehidupan sehari-harinya.
            Bahasa Madura ini merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Madura untuk berkomunikasi dengan masyarakat sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya Jawa dan Bali, bahasa Madura ini juga memiliki tingkatan-tingkatan bahasa. Mulai dari enje’iye, engghi enthen, dan enggi bunthen. Dari tingkatan bahasa tersebut kita dapat mengetahui tata cara berbahasa yang baik dan sopan kepada lawan bicara kita. Karena pengucapan bahasa yanng kita gunakan kepada orang yang sebaya dengan kita berbeda dengan pengucapan yang kita gunakan kepada orang yang lebih muda ataupu orang yang lebih tua. Bahasa Madura yang digunakan di masing-masing kabupatenpun berbeda. Mulai dari logat bahasa maupun kosa kata bahasanya. Namun walaupun berbeda pada dasarnya sama, hanya sedikit kosa katanya saja yang berbeda dan logat yang di ucapkan.


1.2       Rumusan Masalah
           
1.      Apa yang menjadi faktor penyebab para generasi muda enggan menggunakan bahasa madura dalam kehidupan sehari-hari mereka?

2.      Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan ketertarikan generasi muda dalam menggunakan bahasa Madura di kehidupan sehari-hari?

1.3       Tujuan Penulisan
           
1.      Mengajak masyarakat Madura khususnya para generasi muda untuk senantiasa kembali menggunakan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-harinya.
















BAB 2
Pembahasan

2.1  Penyebab generasi muda enggan menggunakan bahasa Madura dalam   kehidupan sehari-hari
                        Di zaman sekarang ini banyak budaya-budaya asing yang masuk dengan mudahnya ke Indonesia. Budaya asing ini memiliki dampak-dampak yang signifikan. Salah satunya berdampak pada pergaulan masyarakat dan budaya di masing-masing daerah. Masuknya budaya dari luar ini dapat merubah nilai-nilai budaya yang semula kental dengan tradisinya dan menjadi ciri khas dari suatu daerah.
                        Salah satu ciri khas dari suatu daerah dapat dilihat dari bahasanya. Bahasa adalah salah satu ciri khas dari suatu daerah. Salah satunya adalah bahasa Madura. Bahasa madura merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Madura untuk berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Akan tetapi generasi muda saat ini enggan untuk menggunakan bahasa Madura. Mereka sudah terpengaruh akan pergaulan lingkungan sekitar. Generasi muda menjadi terbiasa menggunakan bahasa asing sehingga generasi muda menjadi malu untuk menggunakan bahasa Madura.Seharusnya generasi muda tidak perlu malu untuk menggunakan bahasa Madura karena bahasa Madura merupakan satu kesatuan kebudayaan Madura. Penyebab enggannya para remaja malu menggunakan bahasa Madura adalah faktor pergaulan. Di lingkungan pergaulan mereka, mereka menggunakan bahasa gaul tersendiri yang menyebabkan para remaja merasa gengsi untuk menggunakan bahasa Madura. Mereka berfikiran bahwa jika mereka menggunakan bahasa Madura dalam berkomunikasi, mereka akan di anggap kurang pergaulan yang akrab dikenal dengan kuper dan tidak gaul. Padahal bahasa Madura itu merupakan cirri khas pulau Madura.
                        Contoh lainnya adalah jika ada remaja yang melanjutkan pendidikannya ke perkuliahan di luar pulau Madura seperti Surabaya,biasanya mereka tidak lagi menggunakan bahasa Madura. Bahkan mereka terkadang lupa tingkatan-tingkatan bahasa yang harus digunakan. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-harinya. Lebih parahnya lagi jika mereka balik ke kampung halaman, mereka sudah lupa mengenai bahasa Madura dan biasanya cara penggunaan bahasa Madura mereka kocar-kacir.
                        Faktor kedua yang menyebabkan para remaja tidak bisa menggunakan bahasa madura adalah faktor orang tua. Kebanyakan para orang tua tidak membiasakan kita memakai bahasa madura dan tidak memperkenalkan bahasa madura pada anak-anaknya.Dari sejak lahir kita sudah dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia,jadi bagaimana bisa kita menggunakan bahasa madura dengan baik dan benar jikalah orang tua kita sendiri sudah tidak lagi memperkenalkannya pada kita. Peran orang tua sangat kurang dalam mendidik anaknya untuk memperkenalkan maupun menggunakan bahasa madura.
                        Faktor ketiga adalah guru. Guru juga berperan penting dalam hal ini. Guru kurang mengajarkan bahasa Madura yang baik dan benar pada siswa-siswinya. Guru memberikan pelajaran bahasa madura hanya dalam waktu kurang lebih 90menit tiap minggunya. Seharusnya guru memberikan waktu yang lebih dari itu agar anak didiknya tidak malu untuk menggunakan bahsa madura. seharusnya  sekolah juga harus menyediakan ekstrakurikuler tentang daerah kita. Itu bertujuan agar kita tidak meninggalakan bahasa daerah kita sendiri.
                        Faktor keempat adalah pemerintah. Mengapa pemerintah daerah tidak ikut peran serta untuk melindungi aset yang ada di daerah kita,terutama mengenai bahasa madura. Jika kita melupakan bahasa madura,kita juga yang disalahkan. Mengapa pemerintah tidak mengadakan beberapa event atau lomba- lomba yang berkaitan dengan pelestarian budaya Madura, misalnya  lomba pidato bahasa madura???pemerintah hanya mengadakan pidato bahasa inggris,bahasa arab dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pidato bahasa Madura pun jarang terdenngar bahkan nyaris terlupakan. Padahal bahasa madura adalah aset termahal yang dimiliki oleh Indonesia yang berasal dari pulau kecil didaerah jawa ini.
            Dampak negatifnya adalah masyarakat Madura sendiri sudah enggan menggunakan bahasa Madura bahkan mereka merasa malu jika menggunakan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi generasi muda zaman sekarang yang merasa gengsi jika berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Madura.

           




            2.2 Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa Madura
           
            Dari faktor-faktor penyebab yang kita keetahui di atas, adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membantu melestarikan budaya Madura khususnya dalam penggunaan bahasa Madura. Baik upaya dari pemerintah daerah setempat, maupun upaya dari dalam diri kita sendiri.
            Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa Madura dintaranya ialah:
Yang pertama: dari pihak orang tua sendiri. Para orang tua seharusnya dapat mengajarkan bahasa madura sedini mungkin kepada anak-anaknya. Yang dimaksud disini yaitu para orang tua mempraktikkan pada anaknya menggunakan bahasa madura pada kehidupan sehari-harinya sesuai tingkatannya.(tingkatan bahasa Madura). Tingkatan bahasa disini adalah bagaimana cara kita menggunakan bahasa madura yang disesuaikan dengan cara maupun kosa kata yang kita ucapkan kepada lawan bicara kita. Misalnya untuk yang lebih tua kita menggunakan bahasa Enggi Bunten,untuk teman sebaya kita dapat menggunakan enggi enten dan untuk umur yang dibawah kita dapat digunakan bahasa enje’iye.Selain itu orang tua bisa mengajak anak-anaknya untuk mengunjungi tempat-tempat yang masih kental denga nilai kebudayaan madura itu sendiri..
                        Upaya yang kedua yakni: dari pihak pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan di bidang bahasa Madura. Seperti halnya di madura sangat kekurangan tenaga pendidik budaya madura.Oleh sebab itu,Pemerintah daerah harus meningkatkan kualitas pendidikan termasuk Budaya Madura dan juga harus lebih memperhatikan kesejahteraan guru pengajar Budaya Madura,sehingga banyak generasi muda yang berminat untuk menimba ilmu yang lebih dalam lagi di bidang Bahasa Madura. Sehingga di Pulau Madura tidak akan kekurangan tenaga pengajar Budaya Madura. Oleh sebab itu kami sebagai generasi muda mengharapkan Pemerintah juga ikut serta dan turun tangan dalam melestarikan budaya bangsa Indonesia termasuk bahasa daerah dari tiap-tiap daerah di Indonesia khususnya budaya Madura. Pemerintah juga ikut serta dan turun tangan dalam melestarikan budaya bangsa Indonesia termasuk bahasa daerah dari tiap-tiap daerah di Indonesia khususnya budaya Madura. Hal ini dapat dimulai dari hal yang paling kecil seperti diadakannya lomba pidato bahasa Madura oleh pemerintah daerah setempat. Sedangkan untuk tingkat Nasional Pemerintah seharusnya menyediakan sarana-sarana untuk melestarikan budaya Madura khususnya bahasa Madura seperti stand-stand khusus untuk budaya Madura pada acara-acara yang berhubungan dengan kebudayaan Indonesia. Dengan itu pelestarian budaya Madura akan maksimal khususnya pada bahasa daerahnya sendiri yakni bahasa Madura.
            Yang ketiga adalah kesadaran pada diri tiap individu. Dalam hal ini kesadaran masyarakat Madura sangat penting dalam mempertahankan Budaya Madura khususnya bahasa Madura. Dalam kehidupan sehari-hari,penggunaan bahasa Madura sekarang ini sangat minim .Jika hal itu terus berlanjut maka kita dan generasi muda lainnya khususnya di Pulau Madura akan semakin hilang karakterristik daerahnya.Supaya hal itu tidak terjadi,sebagai penerus generasi muda kita harus lebih memperhatikan pelestarian Budaya Madura. Cobalah kita bandingkan kesadaran masyarakat yang tinggal di luar pulau Madura seperti masyarakat Surabaya dengan masyarakat pulau Madura. Masyarakat yang tinggal di Surabaya lebih dominan menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari mereka. Walau sekalipun mereka berada di luar kota Surabaya mereka tetap menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Semua itu bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di kalangan masyarakat di pulau Madura. Minimnya kesadaran masyarakat Madura dalam melestarikan budaya Madura dan penggunaan bahasa Madura di kehidupan sehari-hari ini menjadi kekhawatiran tersendiri. Jangankan menggunakan bahasa Madura di luar pulau Madura, dalam kehidupan sehari-hari saja masyarakat sudah enggan menggunakannya khususnya pada kalangan remaja. Bagaimana kita bisa melestarikan budaya Madura, sedangkan masyarakatnya sendiri sudah tidak cinta lagi bahkan sampai ada yang tidak menngenal budaya-budaya Madura. Hal itulah yang menjadi persoalan penting yang patut dituntaskan dan diselesaikan. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda Pulau Madura harus sadar dan menumbuhkan tekad yang kuat pada diri kita untuk benar-benar bersungguh-sungguh melestarikan budaya Madura baik dalam penggunaan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran diri ini sangat penting pada diri masyarakat Madura khususnya pada diri tiap remaja.








BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
            Dari penjabaran di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk melestarikan budaya kita sendiri harus ada kesadaran dan tekad yang kuad dalam diri kita untuk benar-benar bersungguh-sungguh melestarikan budaya kita salah satu contohnya Budaya Madura.
            Jarang terdengarnya penggunaan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat Madura sendiri dalam mempertahankan bahasa Madura sebagai bahasa daerah pulau Madura. Faktor didikan dari orang tua dan guru pun juga berperan penting dalam pengenalan budaya dan bahasa Madura. Gubakanlah bahasa Madura untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
            Selain faktor orang tua dan kesadarn diri, dalam hal ini faktor dari Pemerintah daerah pun juga berperan penting uuntuk melestarikan budaya Madura dan Bahasa Madura. Kurangnya sarana untuk melestarikan budaya Madura pun menjadi penyebabnya. Kesejahteraan tenaga pendidik budaya Madura pun kini kurang diperhatikan. Banyak di sekolah-sekolah Madura yang mengalami kekurangan tenaga pengajar.
            Oleh karena itu sebagai generasi muda yang memang menginginkan bertahannya budaya Madura, kita harus benar-benar menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk tetap menggunakan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari.

2.2  Saran

Bahasa Madura ini harus tetap dipertahankan sebagai bahasa komunikasi masyarakat Mdura. Untuk terpeliharanya bahasa Madura ini, kami sarankan kepada sekolah-sekolah yang ada di masing-masing kabupaten yang ada di Madura untuk menyediakan sarana untuk melestarikan budaya Madura. Di sekolah pun dapat dilakukan upaya-upaya untuk tetap menjaga siswanya menggunakan bahasa Madura. Misalnya saja dengan menyediakan arena khusus berbahasa Madura. Dengan itu diharapkan siswa dapat lebih mengenal bahasa Madura dan tetap menjadikannya bahasa komunikasi di lingkungan sekolah.
Selain itu kami juga menyarankan kepada pada orang tua untuk tetap memperkenalkan dan menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa untuk berkomunikasi dengan anaknya di lingkungan rumah mereka. Dengan itu diharapkan anak-anak dapat terbiasa menggunakan bahasa Madura di tempat lainnya.
Marilah kita sebagai generasi muda mengajak generasi muda lainnya untuk tetap melestarikan budaya Madura dan tetap menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Buanglah jauh-jauh rasa malu dan gengsi untuk menggunakan bahasa Madura ini. Karena hal itulah yang  dapat menyebabkan tenggelamnya bahasa Madura di pulau Madura sendiri.




















Rabu, 10 November 2010

Mesjid Agung Sumenep

  1. Pada mulanya Mesjid Agung Sumenep dibangun pada Tahun 1779 M dan selesai pada tahun 1787. jadi Mesjid Agung tersebut dibangun sampai selesai sempurna kurang lebih memakan waktu selama 8 tahun. Mesjid dibangun pada bulan puasa dan selesai pada bulan puasa pula.
    Mesjid Agung ini dibangun karena pada zaman itu islam di Sumenep berkembang pesat sehingga banyak jamaah yang hadir di mesjid sehingga mesjid yang lama yaitu mesjid laju tidak dapat menampung jamaah. Akhirnya muncul inisiatif Panembahan Notokusumo I beserta petinggi-petinggi keraton dan dibantu oleh arsitek dari negeri China yang bernama "Lauw Prango" cucu dari Lauw Koenthing untuk membangun mesjid yang lebih besar lagi yang mampu menampung seluruh masyarakat Sumenep.
    Pada proses pembangunannya, pembangunan mengalami keterbatasan bahan baku bangunan sehingga untuk bahan perekatnya menggunakan air nira sebagai campurannya. Namun meski seperti itu sampai sekarang mesjid ini tetap berdiri kokoh.
    Adapun setiap titik yang ada pada bangunan mesjid ini mempunyai arti tersendiri dan dintaranya merupakan wasiat-wasiat Panembahan Sumolo, Yaitu:
    1. Wasiat pada prasasti yang terletak ditengah-tengah ukiran diatas pintu gerbang Mesjid Agung yang berbunyi "Mesjid ini adalah Baitullah, Pangeran Notokusumo Penguasa di Negeri Keraton Sumenep: sesungguhnya: wasiatku kepada orang yang memerintah (selalu penguasa) dan menegakkan kebajikan; mesjid itu tidak boleh diwariskan dan tidak boleh dijual dan tidak boleh di rusak". Wasiat ini ditulis pada tahun 1806 M.
    2. Wasiat Panembahan pada keturunannya: jika aku sudah tiada (pulang ke Rahmatullah) maka seandainya mesjid mengalami kerusakan dan tidak ada lagi yang merawat (tidak punya biaya lagi) maka diantara 13 pilar yang ada boleh dirobohkan untuk biaya mesjid. Jadi logikanya ada barang berharga di dalam pilar.
    3. Mesjid Agung terletak di tempat yang paling strategis yaitu ditengah-tengah kota Sumenep berhadapan dengan alun-alun kota Sumenep
    4. Didalam mesjid terdapat 13 pilar yang begitu besar yang mengartikan rukun solat namun pada bagian luar terdapat 20 pilar. Dan 3 tempat khotbah yang begitu indah dan diatas tempat Khotbah tersebut terdapat sebuah pedang yang mencirikan bahwa pedang tersebut berasal dari Irak. Awalnya pedang tersebut terdapat 2 buah namun salah satunya hilang dan tidak pernah kembali.
    5. Mesjid mempunyai 10 jendela dan 9 pintu yang besar-besar dengan ukiran bunga yang melambangkan khas Sumenep. Disamping pintu depan mesjid terdapat jam duduk yang bermerk Jonghans dan diatas pintu tersebut terdapat prasasti yang bertuliskan arab dan jawa
    6. Pada halaman mesjid dibangun kantor kesektariatan dan tempat wudhu, Toilet.
    7. Pendapat per bulan Rp 1.500.000,-
  2. Deskripsi Pengolahan / Pengembangannya
    Pengembangan terus dilakukan dan untuk saat ini yang paling diharapkan adalah pelebaran areal parkir mengingat jika pada hari-hari besar seperti hari raya banyak jamaah yang terpaksa memarkir kendaraan di luar yang keamanannya kurang terjamin.